Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
121
SISTEM INTEGRASI TANAMAN PANGAN DAN TERNAK SAPI
MENUJU SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI DI LA HAN SAWAH
TADAH HUJAN
Tota Suhendrata
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Jl. Soekarno – Hatta KM 26 No. 10 Bergas Kabupaten Semarang
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Rainfed lowland is very feasible to consider in supporting food self-sufficiency, although in
this agroecosystem there are many obstacles including erratic rainfall, low soil fertility and dense
weeds. By relying on food crops (rice, maize and soybeans) which rotate when planting time and
ownership/cultivation of rice fields are relatively narrow, causing productivity and income of farmers
is still low. One agricultural system that can be developed is a system of integration of food crops
and livestock (CLS). Existing of the CLS need to be refined and developed both in terms of
technology and business management. The system of integration of food crops and cattle with zero
waste (CLS-ZW) is a refinement of CLS and an alternative in an effort to increase the level of fertility
and productivity of rainfed lowland. The purpose of this paper is to provide an overview of the
benefits of implementing CLS-ZW. The implementation of the CLS-ZW model was carried out in
Loh Jinawi III Livestock Farmers Group Boloh Village, Grobogan Regency in the period 2016-2018.
In the application of SITT-BL the utilization of food crops was used as production inputs (feed) for
cattle and cattle waste used as production input (organic fertilizer) of food crops. Thus there is a cycle
or nutrient rotation from paddy fields to plants, crops to livestock and back to the fields efficiently.
The implementation of the SITT-BL model, both technically, financially and socially is feasible to
be developed in order to increase productivity, income and the development of bioindustrial
agriculture systems at the farm level.
Keywords: Integration, food crops, cattle, zero waste, bioindustry
ABSTRAK
Lahan sawah tadah hujan sangat layak untuk dipertimbangkan dalam menunjang swasembada
pangan, walaupun pada agroekosistem ini banyak dijumpai kendala antara lain curah hujan yang tidak
menentu, kesuburan tanah rendah dan gulma yang padat. Dengan bertumpu pada tanaman pangan
(padi, jagung dan kedelai) yang waktu tanamnya bergilir dan kepemilikan/penggarapan sawah yang
relatif sempit menyebabkan produktivitas dan pendapatan petani masih rendah. Salah satu sistem
pertanian yang dapat dikembangkan adalah sistem integrasi tanaman pangan dan ternak (SITT). SITT
yang sudah ada perlu disempurnakan dan dikembangkan baik dari segi teknologi maupun manajemen
usahanya. Sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi bebas limbah (SITT-BL) merupakan
penyempurnaan dari SITT dan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan tingkat kesuburan dan
produktivitas lahan sawah tadah hujan. Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran manfaat
penerapan SITT-BL. Implementasi model SITT-BL dilaksanakan di Kelompok Tani Ternak Loh
Jinawi III Desa Boloh, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan pada periode 2016 – 2018. Pada
penerapan SITT-BL terjadi pemanfaatan limbah tanaman pangan digunakan sebagai input produksi
(pakan) ternak sapi dan limbah ternak sapi digunakan sebagai input produksi (pupuk organik)
tanaman pangan. Dengan demikian terjadi siklus atau perputaran hara dari lahan sawah ke tanaman,
tanaman ke ternak dan kembali lagi ke sawah secara efisien atau terjadi proses meminimalkan limbah,
penggunaan energi dan input produksi dari luar, dan pengolahan limbah menjadi produk baru
sehingga menjadi sistem pertanian terpadu yang ramah lingkungan. Penerapan model SITT-BL, baik
secara teknis, finansial maupun sosial layak untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan
produktivitas, pendapatan dan pengembangan sistem pertanian bioindustri di tingkat petani..
Kata kunci: Integrasi, tanaman pangan, sapi, bebas limbah, bioindustri

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
122
PENDAHULUAN
Sektor pertanian selain mempunyai peran yang strategis dalam mendukung
perekonomian nasional, juga merupakan sektor utama perekonomian daerah dan secara
inheren memperkuat sistem ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan ekonomi, budaya
dan kelembagaan lokal, serta berperan penting dalam pelestarian lingkungan hidup
(Kementan, 2014).
Memperhatikan peran strategis tersebut di atas dan multidimensi pertanian serta
tantangan besar ke depan, maka paradigma “pembangunan berbasis pertanian (agricultural
led development)” sudah tidak relevan lagi dan perlu direorientasikan dengan paradigma baru.
Paradigma baru yang pertama adalah pertanian untuk pembangunan (agricultural for
development) dan yang kedua adalah sistem pertanian bioindustri berkelanjutan. Paradigma
kedua ini menuntut peran pertanian tidak hanya penghasil utama bahan pangan, tetapi menjadi
penghasil biomasa bahan baku kilang biologi (biorefinery) untuk menghasilkan bahan pangan,
pakan, pupuk, serat, energi, produk farmasi, kimiawi dan bioproduk lainnya. Pertanian
bioindustri berkelanjutan mengarahkan agar lahan pertanian dipandang sebagai satu industri
dengan seluruh faktor produksi untuk menghasilkan produk utama pangan (untuk ketahanan
pangan), juga produk lainnya (produk turunan, produk sampingan, produk ikutan dan limbah)
yang dikelola menjadi bioenergi untuk kepentingan industri serta mengarahkan pengelolaan
menuju zero-waste. Pengelolaan zero waste dengan prinsip (1) Mengurangi input eksternal
tanpa berdampak pada pengurangan, atau bahkan dapat meningkatkan produksi (reduce), (2)
Menggunakan ulang sisa proses atau hasil ikutan produksi (reuse), dan (3) Mendaur ulang
produk akhir, sisa dan atau bekas pakai produk akhir (recycle) (Kementan, 2014).
Menurut Hendriadi (2014) prinsip dasar pertanian bioindustri adalah (1) Pertanian
tanpa limbah, (2) Pertanian tanpa impor energi, (3) Pertanian tanpa impor input produksi, (4)
Pertanian pengolah biomassa dan limbah menjadi bioproduk baru bernilai tinggi, (5) Pertanian
terpadu ramah lingkungan, dan (6) Pertanian sebagai kilang biologi (biorefinery) berbasis
IPTEK maju penghasil pangan dan non pangan. Secara normatif, pengembangan pertanian
bioindustri bertujuan untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya pertanian guna
mendapatkan nilai tambah dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan sehingga
menjamin terjadinya keberlanjutan.
Salah satu sistem pertanian bioindustri yang dapat dirintis dan dikembangkan adalah
sistem pertanian terpadu atau sistem integrasi tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) dan
ternak sapi potong. Salah satu contoh yang diimplementasikan di Desa Boloh, Kecamatan
Toroh, Kabupaten Grobogan adalah model sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi
potong bebas limbah di lahan sawah tadah hujan. Tanaman pangan dan ternak sapi potong
merupakan komoditas utama dalam sistem ketahanan pangan nasional karena memiliki
kontribusi yang besar dalam penyediaan pangan dan peningkatan kualitas sumberdaya
manusia. Tidak berkelebihan apabila padi, jagung, kedelai dan daging selalu menjadi
komoditas pertanian yang sangat strategis baik secara ekonomi maupun sosial. Peningkatan
produksi tanaman pangan kedepan akan semakin sulit mengingat banyak lahan sawah irigasi
dikonversi untuk kegiatan non pertanian dan produktivitas sawah irigasi telah mengalami
pelandaian. Alternatif kedepan untuk peningkatan produksi tanaman pangan akan mengarah
kepada lahan submarjinal seperti lahan sawah tadah hujan.
Pada implementasi sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi potong bebas
limbah bersifat saling menguntungkan. Limbah tanaman pangan merupakan sumber pakan
ternak sapi dan limbah ternak sapi merupakan sumber pupuk organik yang potensial bagi
tanaman pangan. Pemanfaatan kotoran ternak sapi sebagai pupuk organik dapat menghemat
pemakaian pupuk anorganik dan dapat memperbaiki unsur hara tanah yang semakin lama
semakin menurun kualitasnya. Disamping itu, kotoran sapi juga dapat diuraikan menjadi
biogas untuk menghasilkan energi yaitu gas dan listrik. Pasandaran dalam Bamualim dan
Tiesnamurti (2009) menyatakan bahwa sistem integrasi tanaman dengan ternak sapi adalah
suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang sinergis antara komponen
tanaman dan ternak. Hijauan tanaman dan limbah hasil tanaman menjadi salah satu sumber

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
123
pakan utama dan sebaliknya ternak menyediakan pupuk organik yang penting bagi
pertumbuhan tanaman.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa sistem integrasi tanaman dan ternak
sapi mampu meningkatkan produktivitas tanaman maupun ternak yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pendapatan petani secara keseluruhan. Adnyana (2003) menunjukkan bahwa
penerapan integrasi sapi dan padi di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur terbukti
mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik sebesar 25 - 35% dan meningkatkan
produktivitas padi sebesar 20 - 29%. Bulu et al. (2004) melaporkan bahwa sistem integrasi di
Provinsi NTB mampu meningkatkan pendapatan petani sebesar 8,4%, sedangkan di Bali
meningkatkan pendapatan sebesar 41,4%. Dari segi biaya, usaha integrasi ini mampu
menghemat biaya pembelian pupuk 8,8% terhadap total biaya, sedangkan usaha ternak yang
dipadukan dengan usahatani padi mampu menghemat biaya tenaga kerja 5,26 - 6,38%
terhadap total biaya.
Tujuan tulisan ini adalah memberikan gambaran manfaat penerapan sistem integrasi
tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) dan ternak sapi potong bebas limbah menuju
sistem pertanian bioindustri di Desa Boloh, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Tulisan
ini merupakan tinjauan atas pengkajian yang dilaksanakan pada periode 2016 – 2018.
MODEL SISTEM INTEGRASI TANAMAN PANGAN DAN TERNAK SAPI BEBA S
LIMBAH MENUJU SISTEM PERTANIAN BIOINDUSTRI
Terdapat tiga komponen teknologi utama dalam sistem integrasi tanaman dan ternak
sapi (SITT), yaitu teknologi budidaya tanaman pangan, teknologi budidaya perbibitan ternak
sapi potong serta teknologi pengolahan limbah tanaman pangan dan ternak sapi potong.
Sistem integrasi tanaman dan ternak sapi sebenarnya sudah sejak lama diterapkan atau
dipraktekkan oleh para petani di Jawa Tengah. Para petani mengelola tanaman sekaligus
memelihara sapi, baik untuk orientasi perbibitan maupun penggemukan sapi potong dalam
skala kecil dan sederhana di samping rumah bahkan di dalam dapur rumahnya (Suhendrata,
2016). Sistem integrasi tanaman dan ternak sapi yang sudah ada perlu disempurnakan dan
dikembangkan baik dari segi teknologi maupun manajemen usahanya. Sistem integrasi
tanaman pangan dan ternak sapi potong bebas limbah (SITT-BL) merupakan penyempurnaan
dari SITT dan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan tingkat kesuburan dan
produktivitas lahan sawah tadah hujan.
Pada SITT-BL menuju sistem pertanian bioindustri terdapat empat komponen utama
yang dikembangkan yaitu (1) teknologi budidaya tanaman pangan, (2) teknologi budidaya
perbibitan ternak sapi potong, (3) teknologi pengolahan limbah tanaman pangan dan ternak
sapi potong dan (4) teknologi pengolahan pangan (bioindustri dan agroindustri) berbasis
kedelai. Dalam proses produksi tanaman pangan selain menghasikan gabah, biji jagung dan
biji kedelai juga menghasilkan limbah, yaitu jerami padi, jerami jagung dan jerami kedelai,
serta dalam pengolahan pangan berbasis kedelai (bioindustri dan agroindustri) menghasilkan
limbah berupa ampas tahu, ampas kecap dan air tahu. Limbah tersebut dapat dimanfaatkan
baik secara langsung maupun melalui proses fermentasi untuk pakan ternak sapi. Sebaliknya
ternak sapi menghasikan kotaran dan urin, melalui proses dekomposisi atau fermentasi
menjadi pupuk organik padat dan cair yang baik untuk memperbaiki kesehatan tanah dan
sebagai pupuk organik tanaman pangan (Gambar 1).
Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan sebagai sumber protein yang
dapat diolah menjadi beberapa produk olahan seperti tahu, tempe, susu sari kedelai, kecap,
tauco dan lain-lain. Produk olahan tersebut memiliki kandungan gizi dan pangan fungsional
yang cukup tinggi sehingga apabila dikonsumsi dapat meningkatkan kesehatan tubuh.

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
124



Gambar 1. Rancang bangun sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi potong
bebas limbah menunju sistem pertanian bioindustri di Desa Boloh Kabupaten
Grobogan
Tahu dan tempe merupakan makanan yang selalu hadir hampir disetiap harinya baik itu
merupakan lauk pendamping nasi maupun sebagai camilan, baik itu tanpa olahan maupun
dengan dimodifikasi menjadi bentuk makanan lainnya seperti kripik tempe, dan kripik tahu.
Selain itu tahu merupakan makanan andalan untuk perbaikan gizi karena mempunyai mutu
protein nabati terbaik, yaitu mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini
memiliki daya cerna yang tinggi sebesar 85%-98%. Dalam proses pembuatan tempe, tahu dan
susu sari kedelai tidak ada limbah yang terbuang, limbah dapat dimanfaatkan baik sebagai
bahan pangan maupun pakan (Gambar 2). Selama proses pembuatan tahu dan susu sari
kedelai ada tiga manfaat sekaligus yang didapat yaitu sari kedelai yang sudah mengental
dijadikan tahu, air sisa perasan tahu bisa digunakan lagi sebagai minuman yang banyak
mengandung nutrisi untuk kesehatan tubuh dan pakan ternak. Sedangkan ampasnya dapat
diolah lagi menjadi pangan seperti perkedel, tempe gembus dan lain-lain, serta dapat
digunakan untuk pakan ternak.









Pupuk Organik
1. Tanaman:
Padi
Jagung
Kedelai
4. Pengolahan Pangan:
Bioindusri
Agroindustri
2.Ternak Sapi :
pada Kandang
Komunal
Produk :
Pedet

Kotoran
Sapi
3. Pengolahan Limbah:
Dekomposer
3. Pengolahan Limbah:
 Fermentasi
 Amoniasi
Limbah:
Jerami padi
Jerami
kedelai
Jerami
jagung,
tongkol dan
klobot
Aneka
Diversifikasi
Produk Olahan
Produk
Primer:
Gabah
Biji jagung
Biji kedelai

Ampas Tahu
Air Tahu

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
125




















Keterangan: = = Limbah
Sumber: Suhendrata (2018)
Gambar 2. Model usaha agribisnis pengolahan pangan berbasis kedelai bebas limbah
pada sistem pertanian bioindustri di Desa Boloh, Kabupaten Grobogan
LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN TERNAK SAPI
Luas sawah di Desa Boloh ± 306 ha terdiri dari lahan sawah tadah hujan ± 296 ha dan
sawah irigasi teknis ±10 ha. Usahatani di lahan sawah tadah hujan didominasi oleh komoditas
tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) dengan pola tanam kedelai – padi – jagung.
Tanaman padi, jagung dan kedelai selain menghasilkan gabah, biji jagung dan biji kedelai
juga menghasilkan limbah tanaman berupa jerami padi, jerami jagung (batang, daun,
tongkol/janggel dan kulit buah/klobot) dan jarami kedelai (brangkasan: ranting, daun dan kulit
polong). Limbah tanaman tersebut selain dapat digunakan untuk bahan pembuatan pupuk
organik, juga dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Pada sistem integrasi tanaman
Mesin Giling
Ampas Sari Kedelai
Susu Sari
Kedelai
Tahu
Minuman
dll
Perkedel,
Nugget, Mie,
Tempe Gembus,
Donat dll.

Pangan
Pakan
Ternak
Konsumen/Pasar
Pakan
Ternak

Kripik dll

Biji Kedelai
Pengolahan
Fermentasi

Pengolahan
Non Fermentasi
Tempe
Kripik
Tempe
Air Tahu
Pengukusan
Pakan Ternak
Kulit ari kedelai
Produsen/Pasar kedeai

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
126
pangan dan ternak sapi bebas limbah, hijauan tanaman dan limbah hasil tanaman pangan
menjadi salah satu sumber pakan utama dan ditunjang rumput Gajah dan Odot, serta legum
Indigofera terutama pada musim hujan hasil budidaya di sekitar sawah, bantaran sungai dan
tegalan.
Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Pakan Sapi
Ternak sapi memerlukan pakan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah sumber
pakan berserat yang dapat difermentasikan di dalam rumen untuk menghasilkan asam-asam
lemak mudah terbang, yang pada gilirannya menjadi sumber energi utama bagi ternak
ruminan (Haryanto et al., 2003).
Potensi limbah tanaman pangan di lahan sawah tadah hujan Desa Boloh Kabupaten
Grobogan cukup berlimpah pada setiap musimnya tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.
Limbah padi (jerami padi) terjadi saat panen padi pada MT-2, jerami jagung (tebon kering,
tongkol dan klobot) saat panen pada MT-3 dan jerami kedelai (brangkasan) saat panen kedelai
pada MT-1.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa potensi jerami padi varietas Inpari 30 sekitar 8,8
t/ha atau 169,26% lebih berat dari produktivitas gabah kering panen (5,2 t/ha), jerami padi
varietas Ciherang sekitar 8,3 t/ha atau 172,56% lebih berat dari produktivitas gabah kering
panen (4,8 t/ha). Potensi jerami yang diambil atau diarit pada saat panen rata-rata 8,5 t/ha.
Hasil jerami lebih berat dibandingkan hasil (produktivitas) gabah rata-rata 5,0 t/ha. Menurut
Haryanto et al. (2003) jerami yang dihasilkan dari pertanaman padi berkisar antara 5 – 8
t/ha/musim, bergantung pada lokasi dan varietas yang di tanam. Jumlah jerami sebanyak ini
dapat digunakan untuk pakan 2-3 ekor sapi dewasa sepanjang tahun. Subiharta et al. (2015)
melaporkan produksi jerami padi segar sangat tergantung kepada varietas, pemupukan dan
kondisi atau kesuburan lahan pertanaman padi, namun secara rata-rata produksi jerami per
hektar lahan adalah sebesar 12,90 ton. Sedangkan Utomo et al. (2015) limbah jerami padi
kering panen varietas Inpari 18 sebesar 13,04 t/ha atau 220,64% dari produktivitas gabah
kering panen (5,91 t/ha GKP), Inpari 19 sebesar 11,23 t/ha atau 255,23% dari produktivitas
gabah kering panen (4,4 t/ha GKP) dan Inpari 20 sebesar 12,25 t/ha atau 254,15% dari
produktivitas gabah kering panen (4,8 t/ha GKP), selanjutnya dikatakan bahwa rata-rata
produktivitas jerami berbanding lurus dengan rata-rata produktivitas padi yang dihasilkan.
Menurut Haryanto dan Yulistiani (2009) kandungan bahan kering jerami segar sekitar 40 -
45%, kebutuhan ternak sapi sekitar 6-7 kg bahan kering jerami per hari untuk sapi dengan
bobot hidup 250 kg.
Hampir seluruh bagian dari tanaman jagung bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa potensi janggel/tongkol jagung varietas NK 7328
sekitar 2,9 t/ha atau 33,10% dari produktivitas jagung pipil kering panen dan klobotnya sekitar
1,9 t/ha atau 22,18% produktivitas jagung pipil kering panen (8,8 t/ha). Potensi tongkol jagung
varietas Bima 19 URI sekitar 3,2 t/ha atau 41,85% produktivitas jagung pipil kering panen
dan klobotnya sekitar 1,9 t/ha atau 24,73% produktivitas jagung pipil kering panen (7,5 t/ha).
Potensi tongkol jagung varietas Bima 20 URI sekitar 2,8 t/ha atau 39,95% produktivitas
jagung pipil kering panen dan klobotnya sekitar 1,6 t/ha atau 21,81% produktivitas jagung
pipil kering panen (7,1 t/ha). Secara rata-rata potensi tongkol dan klobot jagung masing-
masing 3,0 t/ha atau 38,30% dan 1,9 t/ha atau 22,91% produktivitas jagung pipil kering panen
(7,8 t/ha). Rohaeni et al. dalam Rusdin et al. (2011) menyatakan bahwa produk sampingan
dari usahatani jagung berupa daun dan batang sebesar 12,19 ton/ha dan janggel/tongkol dapat
mengasilkan 1 ton/ha.
Perbedaan berat limbah tongkol per hektar mungkin dikarenakan perbedaan kadar air,
lokasi dan varietas. Limbah tanaman jagung terutama tongkol dan klobot jagung belum
dimanfaatkan secara optimal, hal ini dikarenakan oleh ketidaktahuan petani dalam
memanfaatkan limbah tersebut untuk pakan sapi. Dengan demikian seluruh bagian dari
tanaman jagung dapat dijadikan pakan ternak.
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa potensi brangkasan kedelai (batang, daun dan

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
127
kulit polong) varietas Dega-1 1,5 t/ha atau 64,70% dari produktivitas kedelai kering kadar air
12% (2,3 t/ha) dan potensi brangkasan kedelai varietas Grobogan 1,4 t/ha atau 65,47% dari
produktivitas kedelai kering kadar air 12% (2,2 t/ha). Secara rata-rata potensi brangkasan
kedelai sekitar 1,4 t/ha atau 65,09% dari produktivitas kedelai kering kadar air 12% (2,2 t/ha).
Menurut Tiro et al. (2017) produksi jerami kedelai antara 3,1 – 4,5 t/ha, sedangkan Syamsu
(2006) produksi jerami kedelai kering 2,8 t/ha. Perbedaan ini mungkin dipengaruhi varietas,
jarak tanam, kadar air dan kondisi lahan.
Potensi Limbah Agroindustri Tanaman Pangan Sebagai Pakan Ternak Sapi
Beberapa limbah atau hasil samping industri tanaman pangan di Desa Boloh dan
sekitarnya yang dapat dijadikan pakan ternak sapi antara lain limbah penggilingan padi
(dedak), limbah pabrik tahu (ampas dan air tahu), limbah pabrik susu sari kedelai (ampas
kedelai) dan limbah pabrik kecap (ampas kecap). Dedak padi diperoleh pada saat penggilingan
gabah menjadi beras. Proporsi dedak padi sekitar 10% dari bobot gabah.
Peningkatan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman Pangan
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas limbah tanaman
pangan (padi, jagung dan kedelai) untuk pakan sapi, yaitu perlakuan secara fisik (proses
pengeringan dan pemotongan/ pencacahan), kimiawi (amoniasi), biologis (fermentasi), dan
gabungan amoniasi dan fermentasi (amofer) (Ernawati dan Budiharto, 2002; Haryanto dan
Yulistiani, 2009). Teknologi fermentasi berfungsi untuk meningkatkan gizi jerami dan
mempercepat proses pemecahan serat jerami padi, jagung dan kedelai supaya mudah dicerna
ternak sapi. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi sederhana
yang melibatkan mikroorganisme.
1. Fermentasi limbah padi: jerami padi
Kandungan gizi jerami padi yang telah difermentasi lebih tinggi dibanding jerami tanpa
fermentasi (Tabel 1) dan lebih disukai ternak. Jerami padi fermentasi memiliki nilai gizi
hampir sebanding dengan rumput gajah (Sembiring dan Kusdiaman, 2008).
Tabel 1.
Nilai gizi jerami padi tanpa fermentasi dan fermentasi (% bahan kering)
No. Parameter
Jerami padi
Tanpa fermentasi Fermentasi
1. Protein 3,5 7,0
2. Seat deterjen netral 8,0 77,0
3. Daya cerna NDF 28-30 50-55
Sumber: Balitbangtan (2003)
Hasil uji proksimat jerami padi fermentasi menujukkan bahwa pembuatan fermentasi
jerami padi menggunakan Starbio, MOL dan Biofad dapat meningkatkan kadar protein dari
3,5% menjadi 5,83 - 9,51%, tertinggi terjadi pada penggunaan Starbio 9,51% dan terendah
pada MOL 5,83% diikuti dengan kandungan serat kasar terendah (Suhendrata et al., 2017).
Menurut Haryanto (2002) seekor sapi mengkonsumsi jerami fermentasi sebanyak 8-10
kg/hari. Volume jerami fermentasi adalah 48% dari jerami segar.
2. Fermentasi limbah tanaman jagung: tongkol dan kulit buah jagung
Penggunaan tongkol atau janggel jagung dan kulit buah atau klobot jagung sebagai
pakan ternak sapi belum banyak dikembangkan dimasyarakat peternak. Hal ini dikarenakan
kualitas pakan yang relatif rendah. Tongkol jagung mempunyai kadar protein yang rendah
(2,9%) dengan kadar lignin (5,2%) dan cellulose yang tinggi (30%) dan kecernaan 40%.
Fermentasi tongkol jagung diawali dengan menggiling/ cacah tongkol jagung limbah dari
mesin pemipil jagung. Penggilingan/pencacahan menggunakan mesin pecacah (chopper)
sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Percontohan pembuatan fermentasi tongkol dan
klobot jagung dilakukan dengan menggunakan 3 macam (perlakuan) starter, yaitu MOL,

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
128
Strabio dan Biofad. Fermentasi dengan starter MOL dilakukan secara anerob sedangkan
menggunakan starter Starbio dan Biofad secara aerob. Proses fermentasi berlangsung selama
21 hari. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kadar protein tongkol jagung hasil
fermentasi menggunakan Starbio dan Biofad terjadi kenaikan menjadi 4,6% dan 7,0%,
sedangkan menggunakan MOL tidak mengalami kenaikan (Suhendrata et al., 2017). Ditinjau
dari aspek kadar protein yang terdapat dalam tongkol jagung hasil fermentasi Biofad
mempunyai prospek untuk dijadikan pakan ternak sapi. Menurut Gustiani dan Permadi (2015)
fermentasi pada tongkol jagung meningkatkan kandungan protein kasar dari 1,92 menjadi
2,4%. Sedangkan hasil analisis proksimat menunjukan kadar protein kulit biji jagung hasil
fermentasi menggunakan Starbio, MOL dan Biofad relatif kecil masing-masing 2,57, 2,28 dan
3,05% tetapi kadar seratnya cukup tinggi lebih dari 50% (Suhendrata et al., 2017). Kandungan
nutrisi kulit biji jagung menurut hasil analisa proksimat laboratorium pakan Lolit Sapi potong,
Grati, Pasuruan menunjukkan bahwa kandungan nutrisinya adalah Bahan kering 42,56 %,
Protein kasar 3,4%, Lemak kasar 2,55%, Serat kasar 23,318% dan TDN 66,41%.
3. Fermentasi limbah tanaman kedelai: jerami kedelai
Percontohan pembuatan fermentasi jerami kedelai dilakukan dengan menggunakan 3
macam fermentor, yaitu Strabio, MOL, dan Biofad, proses fermentasi berlangsung selama 21
hari. Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa protein kasar jerami kedelai tertinggi hasil
fermentasi menggunakan Starbio 5,87% dan terendah hasil fermentasi MOL 4,96%
(Suhendrata et al., 2017). Protein kasar kulit polong tanpa fermentasi 4,4% sedangkan
menurut Rab (2016) protein kasar kulit polong tanpa fermentasi 5,5%.
4. Fermentasi limbah agroindustri tanaman pangan
Limbah padat dan cair pada proses pembuatan tahu atau susu sari kedelai yaitu ampas
kedelai atau lebih dikenal dengan ampas tahu dan air tahu. Ampas tahu dapat dimanfaatkan
baik untuk pangan (Perkedel, Nugget, Mie, Tempe Gembus, Donat dan lain-lain) maupun
pakan ternak sapi (sebagai bahan baku pembuatan pakan lengkap). Berdasarkan hasil uji
proksimat menunjukkan bahwa ampas tahu masih memiliki kandungan nutrisi cukup baik
sehingga berpeluang diolah menjadi produk pangan dan pakan. Kandungan protein kasar
berkisar antara 4,91 – 5,63% atau rata-rata 5,27% (Tabel 2).
Tabel 2.
Hasil uji proksimat limbah ampas tahu dari kedelai varietas Grobogan
Parameter
Hasil Proksimat (%)
Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Karbohidrat
1. Ampas Tahu-1 84,51 2,18 5,63 2,82 4,86
2. Ampas Tahu-2 86,01 1,72 4,91 2,67 4,69
Rata-rata 85,26 1,95 5,27 2,75 4,78
Sumber: Suhendrata et al. (2018)
Sedangkan air tahu berdasarkan uji proksimat mengandung kadar protein antara 1,96 –
2,14% tergantung pada koagulan yang digunakan. Koagulan sari bahari (air tahu-1)
menghasilkan air tahu yang mengandung kadar protein tertinggi (Tabel 3). Limbah air tahu
dapat dimanfaatkan untuk pangan (minuman, kecap dll) dan pakan ternak sapi.

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
129
Tabel 3.
Hasil uji proksimat limbah air tahu dari kedelai varietas Grobogan
Parameter
Hasil Proksimat (%)
Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Karbohidrat
Air Tahu-1 88,73 1,38 2,14 3,27 4,22
Air Tahu-2 89,37 1,42 2,12 3,47 3,64
Air Tahu-3 87,63 1,43 1,96 3,14 5,85
Sumber: Suhendrata et al. (2018)
Pakan Lengkap Fermentasi
Permasalahan utama pada jerami tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) adalah
kandungan nutrisinya yang rendah, sehingga kurang baik apabila dipakai sebagai pakan
tunggal. Untuk meningkatkan nutrisi dan gizi agar memenuhi kebutuhan dilakukan
pembuatan pakan lengkap. Pakan lengkap adalah gabungan pakan hijauan dan konsentrat
yang diberikan secara bersama. Komposisi pakan lengkap terdiri dari sumber hijauan dan
konsentrat serta mineral dalam jumlah sedikit namun sangat diperlukan untuk kesehatan
ternak. Fermentasi pakan berfungsi untuk meningkatkan daya cerna dalam saluran pecernaan
sapi disebabkan serat kasar yang banyak mengandung selulosa dan hemiselulosa yang sulit
dipecah sudah terdegradasi oleh bakteri selama proses fermentasi. Proses fermentasi
mempunyai kelebihan antara lain: tidak mempunyai efek samping yang negatif, mudah
dilakukan, tidak membutuhkan peralatan khusus, ramah lingkungan dan biaya relatif murah.
Tabel 4.
Formula pakan lengkap fermentasi untuk pakan sapi bunting tua dan masa laktasi
berdasarkan ketersediaan bahan baku lokal
Bahan
Komposisi (%)
Formula I Formula II Formula III Formula IV
1. Bahan konsentrat:
 Dedak 20,00 6,63 5,22 4,42
 Molasses (tetes) 5,00 2,39 1,88 1,59
 Mineral 1,00 0,40 0,31 0,27
 Garam dapur 1,00 0,41 0,32 0,27
 Ampas tahu 15,00 11,06 8,72 7,38
 Ampas kecap 10,24 8,07 6,83
 Biofad (starter bakteri) 0,20 0,16 0,13
2. Bahan hijauan:
 Tebon jagung 28,00 32,06 25,28 36,8
 Jerami kedelai 30,00 36,61
 Jerami padi 50,04 42,31
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Kandungan nutrient *): Formula I Formula II Formula III Formula IV
Kadar air 11,13 62,76 43,28 44,74
Protein kasar 7,96 7,44 17,19 8,03
Serat kasar 27,15 46,64 17,88 52,55
Lemak kasar 2,03 1,7 1,06 2,83
Abu 15,96 16,6 14,3 12,43
Total Digestible Nutrient 58,73 41,53 59,62 37,99
*) Sumber: Hasil analisi proksimat, Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan
Pertanian, Universitas Diponegoro

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
130
Limbah bio/agroindustri dan limbah tanaman pangan memiliki potensi yang cukup
besar sebagai sumber pakan ternak ruminansia. Limbah yang memiliki nilai nutrisi relatif
tinggi digunakan sebagai pakan sumber energi atau protein, sedangkan limbah pertanian
tanaman pangan yang memiliki nilai nutrisi relatif rendah digolongkan sebagai pakan sumber
serat. Pembuatan pakan lengkap mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal yang
tersedia di lokasi terutama limbah bio/agroindustri yaitu dedak, ampas tahu, ampas kecap,
molasses (tetes tebu), kulit ari kedelai dan limbah tanaman pangan (jerami padi, jerami jagung,
jerami kedelai) dan rumput. Formula (komposisi) dan kandungan nutrisi/gizi empat pakan
lengkap fermentasi yang disesuaikan dengan ketersediaan limbah agroindustri dan tanaman
pangan (Tabel 4). Penerapan inovasi teknologi pakan lengkap fermentasi untuk ternak sapi
PO bunting tua dan masa laktasi diharapkan dapat memenuhi target (1) Memperpendek jarak
kelahiran 12-14 bulan, (2) Laju pertambahan bobot badan harian (PBBH) pedet sampai
dengan disapih umur 7 bulan sekurang-kurangnya 0,4 kg, (3) Skor kondisi tubuh
(kegemukan) induk selama menyusui dalam kategori sedang, dan (4) Bobot lahir pedet rata-
rata 25-27 kg.
Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan protein kasar memenuhi
kebutuhan protein kasar untuk sapi bunting tua dan masa laktasi (Tabel 4). Aktivitas
reproduksi induk sapi potong membutuhkan kandungan protein kasar pakan sebanyak 7%
(NRC, 2000). Pakan lengkap fermentasi ini mempunyai kelebihan yaitu daya cerna lebih
tinggi dibanding dengan yang non fermentasi sehingga kandungan nutrisi yang diserap oleh
ternak lebih baik. Selain itu, pakan fermentasi banyak mengandung bakteri dimana bakteri
dalam pakan oleh pencernaan dapat dirubah menjadi sumber protein non nitrogen. Kelebihan
atau keuntungan pemanfaatan limbah jerami kedelai karena mengandung fitoestrogen yang
bermanfaat meningkatkan kesehatan dan kinerja reproduksi sapi pasca melahirkan yaitu jarak
kawin menjadi lebih pendek.
Pemberian pakan lengkap fermentasi pada induk sapi bunting tua menunjukkan bahwa
memberi pengaruh terhadap bobot lahir pedet lebih berat dari kontrol (26,85 VS 24,4 kg),
jarak pertama birahi kembali lebih pendek dari kontrol (45,5 hari VS 58,5 hari) dan service
per conception (S/C) yang lebih rendah dibandingkan kontrol (1,5 VS 3,0) dan skor kondisi
tubuh induk (BCS= body condition score) lebih besar dari Kontrol (4,2 VS 3,3). Berdasarkan
data diatas menunjukkan bahwa pemberian pakan lengkap fermentasi kepada induk sapi
bunting tua memberi pengaruh positif terhadap bobot lahir pedet, jarak pertama birahi
kembali, service per conception (S/C) dan skor kondisi tubuh induk. Hasil beberapa penelitian
menunjukkan bahwa jarak antara melahirkan dan birahi pertama induk sapi yang diberi
perlakuan pakan tambahan dengan metoda flushing di Kelompok Family Jaya Desa
Ponggang, Kecamatan Serang, Panjang Kabupaten Subang lebih cepat (60 hari) dibandingkan
dengan cara petani (90 hari). Winugroho (2002) melaporkan bahwa perbaikan nutrisi ransum
akan memperpendek estrus post partum (jarak antara melahirkan dan birahi pertama kali)
serta Suyasa dan Yasa (2003) menyatakan bahwa perbaikan pakan dua bulan sebelum
melahirkan dan dua bulan setelah melahirkan mampu memperpendek jarak antara melahirkan
dan birahi pertama pada sapi Bali.
LIMBAH TERNAK SAPI SEBAGAI SUMBER PUPU K ORGANIK TANAMAN
PANGAN
Pada sistem integrasai tanaman pangan dan ternak sapi, ternak sapi sebagai penyedia
utama pupuk organik bagi pertumbuhan tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai). Seekor
ternak sapi dapat menghasilkan kotoran sebanyak 8-10 kg setiap hari, apabila diproses
menjadi pupuk organik akan dihasilkan 4-5 kg pupuk organik per hari. Populasi sapi di
kandang komunal milik Kelompok Tani Ternak (KTT) Loh Jinawi III sebanyak 50 ekor
sehingga dapat menghasilkan kotoran sebanyak 400 – 500 kg per hari atau sekitar 200-250 kg
pupuk organik per hari atau potensi produksi pupuk organik sekitar 73 – 91 ton per tahun.
Kotoran dan urin sapi merupakan salah satu bahan pupuk organik yang potensial untuk
dijadikan pupuk organik. Pupuk organik berperan penting dalam perbaikan sifat kimia, fisika

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
131
dan biologi tanah serta sumber nutrisi bagi tanaman pangan. Teknologi yang diintroduksi
adalah pengelolaan kotoran sapi menjadi pupuk organik padat menggunakan biodekomposer
organic decomposer (orgadec) dan Mikro Organisme Lokal (MOL). Keunggulan
biodekomposer orgadec dan MOL dibandingkan biodekomposer lainnya adalah dalam proses
pembuatan pupuk tidak perlu dilakukan pembalikan bahan pupuk dan dicampur dengan bahan
lain. Orgadec adalah bioaktivator pengomposan dengan bahan mikroba asli Indonesia yang
diproduksi oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), mikroba yang berada pada
orgadec bersifat anaerob. MOL merupakan mikro organisme lokal berfungsi sebagai
biostarter pembuatan pupuk organik. Mikroba yang berada pada MOL bersifat anaerob.
Mutu pupuk organik yang dihasilkan dapat dilihat dari nilai C-organik dan C/N serta
kandungan unsur N, P dan K dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik Padat
Permentan Nomor : 70/ Permentan/SR.140/10/2011. Hasil analisis terhadap pupuk organik
menggunakan bioaktivator orgadec dan MOL menunjukkan bahwa nilai C-organik, N, P dan
K berada pada kisaran standar mutu Permentan sedangkan C/N masih berada dibawah standar
mutu Permentan sehingga masih perlu ditingkatkan mutu pupuk organik tersebut. Pupuk
organik ini dapat digunakan sebagai bahan pembenah tanah yang berfungsi untuk
memperbaiki sifat, fisik dan biologi tanah. Produksi pupuk organik rata-rata sekitar 30
ton/tahun atau sekitar 37% dari potensi kotoran ternak sapi di kandang komunal KTT Loh
Jinawi III. Walaupun produksi pupuk organik ini baru mencapai sekitar 37% dari potensi
kotoran ternak sapi sudah mencukupi kebutuhan anggota KTT Loh Jinawi III untuk memenuhi
pemupukan tanaman padi pada MT-2, jagung pada MT-3 dan kedelai pada MT-1 dan sisanya
di jual ke luar Desa Boloh digunakan untuk pemupukan tanaman pada lahan sawah, tegalan
dan taman kota di Purwodadi.
SISTEM INTEGRASI TANAMAN PANGAN DAN TERNAK SAPI BEBAS LIMBAH
MENUJU SISTEM PERTANIAN B IOINDUSTRI DI TINGKAT PETANI
Sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi bebas limbah menciptakan simbiosis
mutualisme yaitu pemanfaatan jerami tanaman pangan sebagai pakan ternak dan pemanfaatan
kotoran ternak sebagai pupuk tanaman sehingga dapat menjaga kesuburan lahan sawah dan
meningkatkan produktivitas tanaman dan ternak sapi. Pasokan penyangga kesuburan tanah
dari pupuk organik yang berasal dari kotoran dan urin ternak sapi. Kecukupan pakan ternak
sepanjang musim berasal dari limbah tanaman pangan (jerami padi, jagung dan kedelai),
limbah bioindustri tempe (kulit ari kedelai), limbah industri kecap (ampas kecap) dan limbah
industri tahu (ampas dan air tahu). Sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi akan
membuat sistem produksi dapat berlangsung secara tertutup yang saling menguntungkan,
artinya siklus zat-zat makanan dan biomassa menjadi tertutup, meskipun dalam batas-batas
tertentu masih diperlukan input dari luar. Dengan demikian terjadi siklus atau perputaran hara
dari lahan sawah ke tanaman, tanaman ke ternak dan kembali lagi ke sawah secara efisien.
Limbah tanaman pangan yaitu jerami padi, jerami jagung (batang, daun, tongkol dan klobot),
dan jerami kedelai (brangkasan dan kulit polong) berubah status dari bahan pencemar
lingkungan menjadi bahan pakan yang dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak sapi baik
melalui pengolahan/ fermentasi maupun secara langsung/alami. Limbah ternak sapi (kotoran
dan urin) yang bersifat mencemari lingkungan menjadi pupuk organik untuk pupuk tanaman
padi, jagung dan kedelai (Gambar 3).
Dalam pengurangan input dari luar terutama dalam menekan penggunaan anorganik
(pupuk kimia) harus dilakukan secara bertahap dan disubtitusi oleh pupuk organik yang
disesuaikan dengan kubutuhan hara dari tanaman padi, jagung dan kedelai agar produktivitas
yang dihasilkan tidak turun bahkan dapat meningkat. Begitu juga harus mampu menekan
bahkan me-nol-kan pakan dari luar tanpa berdampak negatif terhadap produktivitas anak sapi
(pedet) serta harus dapat memperpendek jarak beranak sehingga produktivitas meningkat.
Pengembangan sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi dengan memanfaatkan semua
limbah atau bebas limbah diharapkan dapat menjadi sistem pertanian terpadu yang ramah
lingkungan, dan meningkatkan serta memperkuat pendapatan rumah tangga tani.

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
132













Gambar 3. Siklus sistem produksi tertutup pada sistem integrasi tanaman pangan dan
ternak sapi bebas limbah menuju sistem pertanian bioindustri di lahan sawah
tadah hujan
KESIMPULAN
Implementasi sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi bebas limbah bersifat
saling menguntungkan. Limbah tanaman pangan yaitu jerami padi, jerami jagung (batang,
daun, tongkol dan klobot), dan jerami kedelai (batang, daun dan kulit polong) berubah status
dari bahan pencemar lingkungan menjadi bahan pakan yang dimanfaatkan sebagai hijauan
pakan ternak sapi baik melalui pengolahan/ fermentasi maupun secara langsung/alami dan
limbah agroindustri (ampas tahu, ampas kecap, air tahu dan kulit ari kedelai) dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan pakan ternak sapi. Sedangkan limbah ternak sapi
(kotoran dan urin) yang bersifat mencemari lingkungan melalui proses dekomposisi atau
fermentasi menjadi pupuk organik padat dan cair yang baik untuk memperbaiki kesehatan
tanah dan sekaligus sebagai pupuk organik tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai).
Implementasi pakan lengkap fermentasi berbahan baku limbah tanaman pangan dan
limbah bio/agroindustri terhadap sapi bunting tua dapat meningkat- kan bobot lahir anak sapi
(pedet), jarak pertama birahi kembali, service per conception (S/C) dan skor kondisi tubuh
induk lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan lengkap.
Apabila sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi bebas limbah
diimplementasikan dengan baik dan benar, maka akan membuat sistem produksi dapat
berlangsung secara tertutup yang saling menguntungkan, artinya siklus zat-zat makanan dan
biomassa menjadi tertutup, meskipun dalam batas-batas tertentu masih diperlukan input dari
luar. Dengan demikian terjadi siklus atau perputaran hara dari lahan sawah ke tanaman,
tanaman ke ternak dan kembali lagi ke sawah secara efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan Produktivitas
Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Litbang Pertanian. Bogor.
Balitbangtan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian), 2003. Jerami Padi Fermentasi
Sebagai Ransum Dasar Ternak Ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 25 (3): 1-2. Jakarta.
Bamualim, A., dan B. Tiesnamurti, 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi,
sawit, dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia dalam Fagi et al. (Eds) Buku Sistem
Ternak sapi dalam
kandang komunal
Limbah
Ternak sapi
Tanaman Pangan
(Padi, Jagung, Kedelai)
Limbah
Tanaman Pangan
dan Industri

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
133
Integrasi Ternak Tanaman: Padi- Sawit- Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan. LIPI Press. Jakarta.
Bulu Y. G., K. Puspadi, A. Muzani dan T. S. Penjaitan. 2004. Pendekatan Sosial Budaya
dalam Pengembangan Sistem Usahatani Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara
Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak”.
Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Ernawati dan B. Budiharto, 2002. Integrasi Padi dengan Sapi potong. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Gustiani, E. dan K. Permadi, 2015. Kajian Pengaruh Pemberian Pakan Lengkap Berbahan
Baku Fermentasi Tongkol Jagung terhadap Produktivitas Ternak Sapi PO di Kabupaten
Majalengka. Jurnal Peternakan Indonesia, Februari 2015 Vol 17 (1).
Haryanto, B., dan D. Yulistiani, 2009. Teknologi Pengayaan Pakan Sapi Terintegrasi dengan
Tanaman Padi dalam Fagi, A.M., Subandriyo dan I. W. Haryanto, B.,Rusastra (Eds).
Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao. LIPI Press. Jakarta.
Haryanto, B., I.G.M. Budi Arsana, I. Inounu, dan K. Diwyanto, 2002. Panduan Teknis Sistem
Integrasi Padi-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Haryanto, B., Ismeth Inounu, I.G.M. Budi Arsana dan K. Diwyanto, 2003. Manajemen
Pemeliharaan Sapi dalam Pola CLS Lahan Kering. Materi disampaikan pada Temu
Teknis Program Litkaji Pola CLS di Lahan Kering.
Hendriadi A., 2014, Konsep dan Prototype Sistem Pertanian Bioindustri Berkelanjutan Pada
Komoditas Strategis. AGRIC Jurnal Ilmu Pertanian Vol 26 No.3 Edisi Khusus 1.
Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW Salatiga.
Kementan (Kementerian Pertanian), 2014. Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-
2045: Pertanian-Bioindustri berkelanjutan, Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan.
Kementerian Pertanian Jakarta.
NRC (Nasional Research Council), 2000. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh
Revised Edition. Washington DC: The National Academies Press.
Rab, S. A., 2016 Performa Sapi Madura yang Diberi Pakan Limbah Tanaman Kedelai.
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rusdin, J. Witjaksono dan Suharno, 2011. Prospek Pengembangan Sistem Integrasi Tanaman
Jagung–Sapi di Sulawesi Tenggara dalam Hermawan, A., Mastur, I. W. Sudana,
Muryanto, Yulianto, T. Prasetyo, J. Pramono, V. Dwi, Y., R. Jamal (Eds) Prosiding
Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani”, Kerjasama
UNDIP, BPTP Jateng dan Pemprov Jateng.
Sembiring, H. dan D. Kusdiaman, 2008. Inovasi Teknologi Padi Mendukung Usahatani
Tanaman-Ternak dalam Wijono et al. (Eds) Buku Sistem Integrasi Tanaman –Ternak
Bebas Limbah. Puslitbangtan. Bogor.
Subiharta, A. Hermawan dan B. Utomo, 2015. Pemilihan Bangsa Sapi, Teknik Budidaya, dan
Orientasi Usaha di Sentra Produksi Padi pada Model Biosiklus Terpadu Padi-Sapi dalam
Hermawan, A., A. Malik, dan Moh. I. Wahab (Eds) Biosiklus terpadu padi-sapi di lahan
irigasi. IAARD Press. Jakarta.
Suhendrata T., 2016. Teknologi Mekanisasi Untuk Pertanian Bebas Limbah pada Sistem
Integrasi Tanaman Padi dan Ternak Sapi Potong. IAARD Press. Jakarta.
Suhendrata, T., E. Kushartanti, R. Endrasari, S. Sudarwati, A. Prasetyo, Suharno, dan P.
Antonius, 2018. Model Integrasi Tanaman Kedelai dan Ternak Sapi Menuju Sistem
Pertanian Bioindustri di Jawa Tengah. Laporan Akhir Kegiatan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Suhendrata, T., 2018. Sistem Integrasi Tanaman Kedelai dan Ternak Sapi Sebagai Cikal

Prosiding Seminar Nasional Kesiapan Sumber Daya Pertanian dan Inovasi Spesifik Lokasi Memasuki Era Industri 4.0
134
Bakal Sistem Pertanian Bioindustri di Lahan Sawah Tadah Hujan. Warta Inovasi
(inpress).
Suhendrata, T., Tri Bastuti Purwantini dan Suharno, 2017. Inovasi Teknologi Spesifik Lokasi
Untuk Meningkatkan Kinerja Usahatani Terpadu di Lahan Sawah Tadah Hujan
Kabupaten Grobogan dalam Mulyatno et al. (Eds) Prosiding dari Seminar Nasional
Agribisnis IV Inovasi Agribisnis untuk Peningkatan Pertanian Berkelanjutan. Penerbit
Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
Suyasa, S. G. dan R. Yasa. 2003. Teknologi Flushing Pada Induk Sapi Bali untuk
Meningkatkan Berat Lahir dan Berat Sapih Pedet. Prosiding Seminar Nasional.
Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan otonomi Daerah. Puslit
Sosial Ekonomi Pertanian Bogor bekerjasama dengan BPTP Bali.
Syamsu, J.A., 2006. Analisis Potensi Limbah Tanaman Pangan Sebagai Sumber Pakan Ternak
Ruminansia di Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Utomo, B., R. Oelviani, S. Bahri dan E. Supratman, 2015. Daya Dukung Limbah Jerami
Padi Varietas Unggul Baru (VUB) untuk Hijauan Pakan Ternak Sapi dalam Hermawan,
A., A. Malik, dan Moh. I. Wahab (Eds) Biosiklus terpadu padi-sapi di lahan irigasi.
IAARD Press. Jakarta.
Winugroho, M., 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan Untuk Memperbaiki Efisiensi
Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian 21(1). Badan Litbang Pertanian.
Jakarta.