Aspek Ekonomi Pertanian
Organik: Hambatan,
Tantangan dan Strategi
Pengembangan di Pulau
Jawa

TOPIK
• Kondisi yang Mendukung
Pengembangan Pertanian
Organik
• Masa Depan Pertanian
Organik


Pertanian organik diyakini sebagai transisi sistem pangan yang diper-
lukan dan juga sebagai jawaban akan terwujudnya perubahan di
masyarakat. Pertanian organik terus mengalami perkembangan di
Indonesia, dan bahkan menjadi metode pertanian yang mendapatkan
dukungan dari pemerintah. Keberlanjutan pertanian organik tidak
terlepas dari berbagai motif yang melatarbelakangi keputusan pro-
dusen (petani) untuk beralih dari pertanian konvensional ke per-
tanian organik, serta keputusan konsumen untuk mengonsumsi
produk-produk pangan organik. Salah satu sesi dalam Workshop In-
dOrganic Pertama di Yogyakarta pada bulan Desember 2017 memba-
has aspek ekonomi dari pertanian organik. Ada 2 tema yang dibahas
pada sesi ekonomi, yaitu: 1) profitabilitas pertanian organik dan ker-
berlanjutannya secara ekonomis, dan 2) harapan dan peluang per-
tanian organik di masa yang akan datang. Tulisan ini bertujuan untuk
mendokumentasikan narasi yang berkembang dalam Workshop In-
doOrganic Pertama khususnya yang berkaitan dengan aspek tan-
tangan, peluang dan strategi pengembangan pertanian organik di
Indonesia dalam perspektif ekonomi.
Catatan Ringkas 3, 2018

INDORGANIC
IndORGANIC merupakan
proyek penelitian transdi-
sipliner Jerman - Indonesia
yang bertujuan untuk men-
eliti potensi pertanian or-
ganik di Indonesia pada
umumnya dan Jawa pada
khususnya. Proyek ini
didanai oleh Kementerian
Federal Bidang Pendidikan
dan Penelitian Jerman dan
berbasis di Universitas Pas-
sau, Jerman. IndORGANIC
bekerja sama dengan tiga
lembaga di Indonesia, yaitu
Universitas Atma Jaya di
Yogyakarta (UAJY), Institut
Pertanian Bogor (IPB) dan
Alliance Organic Indonesia
(AOI). AOI merupakah or-
ganisasi payung untuk per-
tanian organik di Indonesia.
Kesadaran Arti Penting Pertanian Organik
Terbangunnya kesadaran mengenai arti penting pertanian organik
merupakan fondasi bagi keberlangsungan usaha tani dan gerakan pertanian
organik. Menurunnya kesuburan tanah dan produktivitas lahan akibat
penggunaan bahan-bahan kimiawi secara terus menerus telah membuka
kesadaran sebagian petani untuk beralih ke pertanian organik sebagai
upaya untuk merevitalisasi lahan, meningkatkan produktivitas dan
menghasilkan produk pangan yang lebih sehat. Peralihan ke pertanian
organik memerlukan pola pikir yang baru, terutama terkait dengan
kompleksitas penerapan pertanian organik dibandingkan pertanian
konvensional.
Dalam diskusi kelompok terungkap bahwa petani-petani yang berorientasi
pada pelestarian keseimbangan ekologis dan pola hidup sehat, lebih ulet
dan tidak cepat putus asa ketika melalui masa transisi dari pertanian
konvensional ke pertanian organik. Lebih jauh terbukti mereka tidak hanya
menikmati harga jual yang lebih tinggi dibandingkan produk pertanian
konvensional, tetapi juga menanggung biaya produksi yang lebih rendah
karena lahan tidak lagi membutuhkan asupan kimiawi yang mahal harganya
dan cukup memanfaatkan keanekaragaman hayati yang tersedia di sekitar
lahan. Namun demikian pertanian organik membutuhkan lebih banyak
tenaga kerja, dan jika dimasukkan dalam perhitungan, pertanian organik
belum tentu menanggung biaya produksi yang lebih rendah.
Pertanian organik di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan. Pertama,
sempitnya kepemilikan lahan para petani. Kedua, kesadaran mengenai arti
penting pertanian organik belum merata di antara para petani dan
kelompok tani. Hal tersebut menyebabkan lahan pertanian sempit dengan
perlakuan organik dikelilingi oleh lahan-lahan pertanian konvensional.
Ketiga, terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan petani, sehingga tidak
mudah bagi petani untuk menerapkan metode pertanian organik tanpa
pendampingan dari para ahli. Dalam hal ini diperlukan peran dinas
pertanian, penyuluh pertanian, lembaga swadaya masyarakat dan berbagai
stakeholder yang terkait untuk memberikan pelatihan pertanian organik
terpadu, dan pendampingan secara intensif berbasis kebutuhan para petani
dalam melalui masa peralihan dari pertanian konvensional ke pertanian
organik. Dengan demikian para petani semakin terbuka wawasan dan
pengetahuan terhadap inovasi baru, semakin trampil, percaya diri dan
semakin memahami arti penting pertanian organik bagi keberlangsungan
usaha tani.
Pasar Produk Organik yang Semakin Berkembang
Harga produk pertanian organik di Indonesia ditentukan oleh kekuatan
pasar. Pemerintah tidak berintervensi dalam penentuan harga produk di
tingkat produsen maupun konsumen. Saat ini produk-produk pertanian
organik (beras, sayuran dan buah) dijual pada harga premium, dan
mayoritas dikonsumsi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke
atas di daerah perkotaan. Di satu pihak, tingginya harga produk pertanian
organik dapat menjadi insentif bagi keberlanjutan usaha tani organik secara
ekonomis. Tingginya harga produk pertanian organik mengindikasikan: 1)
nilai ekonomis dan manfaat yang tinggi bagi konsumen, dan 2) adanya
kesenjangan antara permintaan dan penawaran akibat pasokan yang tidak
kontinyu dari petani sehingga tidak dapat memenuhi kuota permintaan
pasar.
Ketidaktahuan konsumen mengenai label dan kemasan produk organik
dapat dimanfaatkan oleh para pelaku pasar untuk mengambil keuntungan
dari harga premium dan citra produk organik sebagai pangan yang lebih
bernutrisi daripada produk pertanian konvensional.
2

Di lain pihak, ketidakpahaman konsumen mengenai pertanian organik juga
dapat menimbulkan sikap skeptis ketika membandingkan harga produk
pertanian organik dan pertanian konvensional. Dengan demikian, usaha tani
organik yang berorientasi hanya pada pasar dan keuntungan bisnis semata
dapat menjadi bumerang yang meruntuhkan fondasi gerakan pertanian
organik.
Dalam diskusi kelompok terungkap bahwa terdapat kesenjangan harga
antara produsen (petani) dengan pasar ritel akibat rantai tata niaga yang
terlalu panjang, dan pembentukan harga pasar yang tidak transparan. Oleh
karena itu diperlukan pasar yang adil dengan membangun pasar yang
inklusif. Pasar yang inklusif merupakan pasar yang berbasis pada komunitas
petani (organisasi petani) yang memungkinkan adanya kemitraan yang
sejajar antara petani dan pemasar. Diawali dengan penguatan kelembagaan
komunitas petani melalui manajamen usaha tani, analisa usaha tani dan
sistem pola tanam terpadu. Terbentuknya pasar yang inklusif
memungkinkan untuk terciptanya rantai pemasaran yang lebih pendek yang
menghubungkan produsen dan konsumen, pembentukan harga yang lebih
transparan dan adil, kemudahan akses pasar, informasi yang simetris bagi
konsumen tentang pangan organik. Terbangunnya pasar produk pangan
sehat (perlakuan organik) yang terpercaya merupakan kondisi untuk
mendukung keberlanjutan usaha tani organik secara ekonomis.
Forum Komunikasi
Kerjasama antar petani organik merupakan kunci penting dalam pergerakan
pertanian organik. Kerjasama tersebut memungkinkan terjadinya konsoli-
dasi petani dalam memecahkan permasalahan yang tidak dapat diatasi
secara individu dan kompleksitas adopsi pertanian organik. Pembuatan
pupuk organik secara massal atau penyediaan sarana produksi dalam suatu
kelompok tani menjadikan biaya per satuan unit menjadi lebih murah.
Penjualan produk secara kolektif dapat meningkatkan posisi tawar petani.
Adanya forum komunikasi antar kelompok tani memungkinkan adanya per-
tukaran informasi dan pengetahuan, sehingga dapat meningkatkan ket-
rampilan para petani dan menjadi agen penerapan teknologi pertanian or-
ganik. Risiko-risiko penerapan pertanian organik juga dapat dikelola dengan
lebih baik apabila diatasi secara kolektif melalui konsolidasi petani. Lebih
jauh konsolidasi petani yang diperkuat melalui pembentukan organisasi
petani akan membuka akses petani pada permodalan, asuransi dan sertifi-
kasi. Dengan demikian konsolidasi petani berdasarkan kebutuhan tidak saja
menciptakan efisiensi, tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas, penda-
patan dan kesejahteraan petani.
Dukungan Pemerintah
Isu utama yang disorot dalam diskusi kelompok terkait dukungan
pemerintah adalah kebijakan penetapan lahan pertanian pangan
berkelanjutan (PLP2B). Pimpinan daerah diharapkan komitmennya untuk
memutuskan PLP2B yang terintegrasi dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah yang lain. PL2B yang dinyatakan dalam dokumen perencanaan
wilayah (RTRW-Rencana Tata Ruang Wilayah - dan RDTR-Rencana Detail
Tata Ruang ) akan memberikan kepastian status tanah, sehingga menjamin
tidak terjadi alih fungsi lahan pertanian produktif. Lebih lanujut diharapkan
adanya monitoring implementasi kebijakan dan penegakan hukum untuk
mempertahankan lahan pertanian produktif.
Isu kedua adalah peran pemerintah dalam mendorong dan menggalang
generasi muda agar bersedia terjun ke pertanian organik. Dalam hal ini
diperlukan kebijakan pemerintah yang pro petani organik melalui program
pelatihan dan pendampingan, menyediakan fasilitas dan insentif untuk
memulai bisnis start-up di bidang pertanian, agar sektor pertanian menarik
bagi generasi muda.
3
Foto
Metode
Dimunculkan impulse statement:
“apakah terdapat kondisi terten-
tu yang harus dipenuhi agar per-
tanian organik menguntungkan
dan berkelanjutan secara
ekonomis?”. Diskusi kelompok
dilakukan dengan metode 8-3-4.
Peserta workshop dibagi ke da-
lam 8 kelompok. Masing-masing
kelompok mendiskusikan dan
menyepakati 3 ide berkaitan
dengan impulse statement, dan
menuliskan 3 ide tersebut dalam
3 kertas plano secara terpisah.
Selanjutnya ketiga kertas plano
diserahkan ke kelompok sebelah,
dan menuliskan komentar mere-
ka terhadap ide-ide yang ditulis
kelompok sebelumnya. Proses
ini dilanjutkan sebanyak 4 pu-
taran. Hasilnya adalah 24 ide/
pendapat dengan 4 komentar
terhadap masing-masing ide.
Hasil
Diskusi kelompok merangkum 5
keadaan yang harus dipenuhi
agar pertanian organik
menguntungkan dan berkelanju-
tan:
• terbangunnya kesadaran arti
penting pertanian organik,
• adanya pasar yang semakin
berkembang,
• terbentuknya forum komu-
nikasi pertanian organik,
• adanya dukungan pemerintah,
• sumber daya alam dan keAne-
kargaman hayati.

3

Proyek Penelitian IndORGANIC
Prof. Martina Padmanabhan
Ketua Kajian Perbandingan
Pembangunan dan Budaya (Fokus:
Asia Tenggara)

Dr.-Hans-Kapfinger-Straße 14b
94032 Passau, Germany



Penulis: Nurcahyaningtyas Subandi
Kontak: [email protected]

Yogyakarta, September 2018
4
Sumber daya alam dan keanekagaman hayati
Mayoritas usaha tani di Indonesia berlahan sempit dan pada umumnya
dalam suatu kelompok tani, hanya beberapa petani saja yang tergerak
untuk mencoba beralih ke pertanian organik. Dalam hal ini konsep
pertanian organik untuk small farming menjadi relevan dalam tahap awal
konversi. Lebih jauh diperlukan suatu upaya untuk mengembangkan suatu
sistem kemasyarakatan yang berorientasi pada sikap dan perilaku hidup
yang merawat alam dan lingkungan sekitar. Seiring dengan meningkatnya
kesadaran dan pengetahuan petani dan masyarakat perdesaan untuk
menerapkan kegiatan usaha tani yang ramah lingkungan, maka skala usaha
dapat ditingkatkan dengan model SRI (system rice intensification) di mana
pertanian organik diterapkan secara berkelompok dalam satu hamparan,
hingga terbentuk suatu sistem kawasan organik.
Aspek kedua terkait dengan sumber daya tanah adalah perlunya upaya
revitalisasi tanah untuk mengembalikan kesuburan tanah secara alami.
Efisiensi dan profitabilitas usaha tani organik dapat tercapai apabila para
petani secara gotong royong membuat sendiri pupuk organik dan anti
hama dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang tersedia di
lingkungan sekitar. Sebagian aktivis organik peserta workshop menyatakan
bahwa pada akhirnya pertanian organik bukan sekedar menjalan usaha tani
dengan menggunakan input alami, tetapi haruslah menjadi manajemen
sistem lingkungan perdesaan yang berorientasi pada proses budidaya
pertanian yang ramah lingkungan, dan pemenuhan input secara mandiri
berbasis pada potensi agroekosistem dan keanekaragaman hayati, agar
dapat dihasilkan produk pertanian yang berkualitas dan aman untuk
dikonsumsi masyarakat.
Masa Depan Pertanian Organik
Diskusi workshop menyorot bahwa tingginya harga produk organik
(sehingga belum dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat)
disebabkan oleh dua hal. Pertama, belum adanya sistem pasar produk
organik yang transparan dan adil (fair trade). Kedua, sertifikasi produk
organik ditengarai sebagai faktor yang menyebabkan perbedaan harga
produk organik. Diskusi dalam workshop mengungkapkan bahwa sertifikasi
merupakan keniscayaan bagi usaha tani organik yang berorientasi pada
pasar yang luas, di mana informasi bersifat asimetris. Namun sertifikasi
produk organik tidaklah menjadi suatu keharusan bagi usaha tani yang
berorientasi pasar terbatas, di mana konsumen dapat langsung terhubung
dengan produsen (petani) dan informasi relatif lebih simetris. Semua
kelompok diskusi sepakat bahwa pola hidup sehat seharusnya dapat
dinikmati oleh semua lapisan masyarakat di masa yang akan datang.
Permasalahan yang menjadi bahan diskusi adalah bagaimana membangun
pasar untuk menyerap produk pada masa konversi. Dalam hal ini petani
memerlukan dukungan pihak pemerintah setempat, aktivis organik,
lembaga swadaya masyarakat, bahkan perusahaan swasta melalui program
CSR (Corporate Social Responsibility) untuk membangun pasar inklusif yang
berbasis komunitas dengan label produk pangan sehat. Pada akhir diskusi,
semua kelompok berpendapat bahwa harus ada perbedaan harga produk
pangan organik dan konvensional, semata sebagai apresiasi terhadap
petani yang sudah berkenan menghasilkan produk pangan yang sehat bagi
masyarakat.
Foto